Jembrana – Aturan peliputan bagi media/wartawan yang dikeluarkan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menuai polemik dikalangan insan media. Aturan tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Pers (UU Pers) dan mengkebiri kebebasan pers.
Aturan tersebut diberlakukan khusus bagi wartawan (Media) saat pelaksanaan angkutan Natal dan Tahun Baru juga angkutan Lebaran tiap tahunnya.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pihak pers yang ingin melakukan peliputan wajib mengajukan surat permohonan peliputan (surat penugasan dari pimpinan redaksi) kepada Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang, yang dilampirkan dengan ID CARD dari personil media yang akan ditugaskan.
Permohonan peliputan selanjutnya akan diverifikasi dan ditindaklanjuti oleh Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang dengan memberikan ID Card Visitor sebagai tanda pengenal selama masa Posko Angkutan Lebaran, Natal dan Tahun Baru berlangsung kepada pihak pers yang telah diberikan persetujuan peliputan. ID Card ini wajib dikenakan oleh seluruh anggota tim peliputan selama posko berlangsung.
Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang berhak menegur dan melarang para wartawan yang tidak mengenakan ID Card Visitor resmi ketika melakukan peliputan di area Pelabuhan, dan dalam setiap aktivitas peliputan media di Kawasan Pelabuhan wajib dikawal dan terpantau oleh Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang terkait.
ID Card wajib dikembalikan kepada Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang setelah selesai melakukan kegiatan peliputan.
Para wartawan dan tim peliputan media massa hanya diperbolehkan melakukan kegiatan peliputan pada titik atau area yang telah ditentukan oleh Pejabat ASDP/PIC Humas Cabang. Pihak ASDP terkait akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai lokasi-lokasi yang telah ditentukan untuk peliputan kepada seluruh media massa yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dijelaskan pada poin sebelumnya.
Peliputan di luar lokasi yang telah ditetapkan tanpa izin khusus, tidak diperkenankan demi menjaga keamanan dan kelancaran operasional Pelabuhan Penyeberangan.
Tim peliputan media hanya dapat mengutip informasi dan data terkait layanan penyeberangan dan pelabuhan dalam bentuk tabel data produksi/siaran pers/holding statement/wawancara melalui juru bicara ASDP yang ditetapkan (General Manager/Corporate Secretary/BOD terkait).
Ketua Paguyuban Wartawan Jembrana (Pawana), I Putu Suardana, menilai aturan tersebut telah mengkebiri kebebasan pers. Ia mengatakan, aturan tersebut seolah-olah menganggap wartawan sebagai ancaman keamanan.
“Kalau mengacu dengan dasar dibuat aturan tersebut, penafsirannya para wartawan (media) dianggap pengacau keamanan yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan. Ini jelas pelecehan dan tindakan kesewenang-wenangan terhadap insan media. Kita telah dikebiri oleh ASDP,” tegas Suardana.
Suardana juga menilai, aturan tersebut bertentangan dengan UU Pers. Ia mengatakan, UU Pers menjamin kebebasan pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
“Semestinya, wartawan atau media yang melakukan peliputan cukup menunjukan kartu pengenal dan surat tugas dari redaksi tidak wajib mengajukan permohonan ijin kepada instansi yang diliput,” imbuh Suardana.
Pawana saat ini sedang menggodog permasalahan tersebut di internal Pawana dan segera akan berkordinasi dengan Dewan Pers untuk menyikapi aturan yang dibuat oleh pihak ASDP.
“Segera kita koordinasikan ke Dewan Pers terkait aturan ini karena ini harus disikapi segera,” tutupnya.