Jakarta – Ombudsman RI menemukan potensi maladministrasi dalam integrasi data administrasi kependudukan (adminduk) bagi warga negara asing (WNA) dan perubahan status kewarganegaraan. Hal ini disampaikan dalam kajian rapid assessment yang digelar Ombudsman RI di Jakarta, Selasa (28/11/2023).
Ketua Ombudsman RI Muhammad Najih mengatakan, kajian tersebut menemukan bahwa belum adanya integrasi data kependudukan serta mekanisme verifikasi dan validasi dokumen ketika mengurus adminduk yang menyebabkan terjadinya potensi maladministrasi dalam pelayanan adminduk, terutama bagi WNA.
“Potensi maladministrasi yang ditemukan berupa pengabaian kewajiban hukum terhadap pemenuhan sistem verifikasi dan validasi pencatatan adminduk dalam pelayanan bagi orang asing yang tinggal di Indonesia berupa pemberian Surat Keterangan Tempat Tinggal atau SKTT dan KTP-el bagi orang asing,” kata Najih.
Anggota Ombudsman Jemsly Hutabarat menambahkan, pencatatan adminduk bagi WNA di Indonesia melibatkan dua sistem, yaitu Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) di bawah otoritas Direktorat Jenderal Imigrasi, dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan atau SIAK di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
“Orang asing harus mengurus dokumen keimigrasian (ITAS/ITAP) melalui Kantor Imigrasi, dan dokumen kependudukan (SKTT/KTP-el) melalui Disdukcapil mengharuskan mereka mengunjungi dua instansi. Namun hampir seluruh Kantor Imigrasi yang dikunjungi Ombudsman belum terintegrasi datanya dengan Disdukcapil. Ini mengakibatkan perbedaan jumlah data Orang Asing pemegang ITAS/ITAP dan SKTT/KTP-el,” kata Jemsly.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi mengapresiasi hasil kajian Ombudsman RI. Ia mengatakan, integrasi data adminduk bagi WNA dan perubahan status kewarganegaraan merupakan keniscayaan yang harus dilakukan.
“Pelayanan adminduk merupakan hal yang sangat esensial, dan menjadi dasar untuk mendapatkan pelayanan publik lanjutan yang sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Teguh.
Teguh menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti hasil kajian Ombudsman RI dengan berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
“Dalam hal ini masalah komunikasi, koordinasi dan kolaborasi menjadi sangat penting,” tandas Teguh.